Mungkin semua
terasa sulit ketika semua harus dijalani dengan perbedaaan yang membuat kita
terpisah. Namun, ketika cinta yang sedang kita alami membuat kita semakin
mengerti akan “cinta tak mungkin selamanya indah” ya, cinta itu tidak selamanya
indah.
Begitupun kami, cinta yang harus
dijalani ketika perbedaan kami menghadapi. Entah, apa yang harus kami lakukan.
kami memang saling mencinta, tapi apa daya perbedaan itu tidak dapat kami
lawan. Terpaksa cinta yang harus kami korbankan. Lalu,ku tulis disebuah kertas kosong
tentang perasaanku.
Maaf, sayang bukan
maksud hati ingin melukai.
Tapi, memang harus kita akhiri.
Aku sungguh mencintaimu, sungguh mencintai.
Salahkah bila ku memiliki?
Haruskah, ku melukai?
Semua kenangan yang terjadi?
Hati antara kita,saat kita bersatu nanti ?
Ya, ALLOH
Aku sungguh mencintainya.
Biarkan cinta ini menyatu dengan apa adanya.
Ya, ALLOH
Aku sungguh menginginkannya.
Mengapa ini harus terjadi...
Tak dapat ku hentikan air mata ku.
Yang terus saja mengalir begitu saja membasahi pipiku...
Ya ALLOH mengapa ini harus terjadi..
Biarkan hujan menjadi saksi.
Biarkan Engkau yang mengetahui,
Betapa tulus cinta ini.
Sekiranya itulah perasaan ku saat
ini, betapa ku menginginkan kita bisa bersama selamanya tapi ku sadar perbedaan
kita yang membuat kita berpisah.
Hari demi hari terus kami lalui,
tanpa lelah dan letih kami selalu hadapi. Rintangan demi rintangan selalu kami alami,
namun apa daya semua ini telah terjadi. Perasaan ku padanya tidak dapat ku
pungkiri. Hati yang selalu ingin bersama, berbagi cinta dalam setiap waktu.
Entah,apa yang membuat kami tetap bertahan. Jujur, ku
tak kuasa untuk menahan semua tangis ini. Aku sungguh mencintainya.
Suatu saat kelelahan kami menemui
kami, dan ku sadar apa yang dia katakan,
“Kakak
tahu Adik lelah dengan semua ini, sabar Dik. Kakak sayang Adik. Kita bisa
lewati semua ini kok, Adik harus percaya itu.”
Dengan tenang,ku menjawab.
”Iya, Kak. Aku
mengerti maksud Kakak.”
Setiap hari, dia selalu
menemani kisahku. Tak peduli kata mereka, inilah jalanku. Maaf, tapi aku
benar-benar tidak bisa meninggalkannya, aku sungguh mencintainya. Meskipun aku
percaya suatu saat nanti, ia akan mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku rela
melepasnya, tentang semua ini biarlah waktu yang menjawab.
Hal terindah yang
teringat sampai saat ini adalah saat kita makan bersama sepiring nasi berdua,
semangkok soup buatan mama serta
sepiring rujak kangkung yang habis sendiri olehnya. Saat itulah, yang tidak
bisa ku lupakan dan selalu ku kenang.
Terlebih-lebih, melihat dia kepedasan. Kasihan sekali. ^_^
“Maaf,Kakak.
Jadi harus flu karena itu. Baru kali ini melihat orang kepedasan seperti ini.”
Selalu itu yang ku ledekkan padanya, sebagai kenangan terindah.
“Kakak ingin jujur, boleh?”
“Jujur aja,Ka.”
“Adik, jangan terlalu sayang dengan kakak.”
“Iya, Kak. Aku mengerti!” (dengan nada
datar)
“Kita harus jaga jarak!”
“Iya, Adik mengerti!” (dengan nada
datar)
Suasana menjadi hening ketika
jawaban dari setiap pertanyaan,ku jawab dengan nada mendatar dan singkat. Tapi
sungguh aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya, ku tak kuasa untuk menahan semua
ini. Sehingga aku harus menjawab dengan nada seperti itu. Dia pun harus merasa
tidak enak,
“Maaf, Kak.
Adik tidak bermaksud membuat kakak seperti ini. Tapi, Adik tahu Kak kalau kita
tetap jalani seperti ini, tentu ada pihak kontra. Maaf, Kak. Cepat atau lambat
kita juga akan terpisah. “ (gumamku)
#kenangan
terindah saat bertemu dengannya.
Aku ingat, saat pertama kali
aku bisa dekat dengannya hingga mempunyai perasaan seperti ini. Yang awalnya
tidak pernah bisa ku bayangkan kalau kita akan bersama, meskipun kebersamaan
itu hanya sesaat tapi sungguh mengenangkan.
“Pagi.”
Itulah pesan singkat darinya
untukku, saat kita sedang sahur. Karena hari itu tepat pada bulan Ramadhan.
Hari itu aku libur, jadi ku pikir kita bisa untuk chatting sambil merapikan
perkerjaan rumah yang seperti biasa ku lakukan saat menjelang hari libur.
Kebetulan saat aku chatting
ada dia, lalu dia bertanya tentang nomorku.
“Apakah benar
nomor yang dikasih itu adalah nomormu.”
“Iya,Kak. Itu
nomorku, kenapa?”
“Sms Kakak
masuk?”
“Sms apa,
sepertinya tidak ada sms yang masuk untuk hari ini.”
Dia tidak menjawab chat aku tapi, dia sms aku. Aku kira itu
nomor teman adikku, ternyata itu nomor dia. Aku isengin saja akhirnya,
“Maaf, siapa
ya? Cari Opik ya? Maaf ini Kakaknya.”
“Oh, yaudah
deh.”
Aku baru sadar, ternyata dia itu kakak “samurai”. Pas aku tanya, ternyata iya.
Ya dari situlah kita deket, meskipun tidak sesering smsan seperti aku dengan
kabo (teman lelaki ku).
Beberapa bulan kemudian,
setelah pendekatan itu berhasil. Akhirnya, dia ngajak ketemuan didepan sekolahku.
Dan apakah kamu tahu, pertama kali ketemuan dia menunggu lama sekali, aku
menjadi tidak enak karena ada rapat OSIS disekolah. Akhirnya, dia harus
menunggu lama disana.
Tanpa ku sadari ketika aku
bertemu, aku masih memakai kacamataku. Terus kita jalan ke rumah temannya,
kitapun ngechat bareng. Terus dia bilang,
“Gak nyangka ya, kamu manis juga.”
(Hahaha) tertawa dalam hati
lalu ku balas saja chat dia,
”Sudah banyak
Kak, yang bilang manis. Apalagi karena lesung dipipiku.”
Setelah itu aku dan dia main
ledek-ledekan di chat. Setelah chat selesai, kamipun pulang kerumahku, dia juga
mengantarkanku pulang kerumah.
“Makasih, Kak.
Sudah mengantarkanku pulang, mau mampir dulu, gak?”
“Tidak usah,
Dik. Kakak langsung pulang saja ya. Jangan lupa istirahat ya.”
“Iya, Kak.
Makasih ya, hati-hati dijalan.”
Disitulah pertemuan pertama
yang aku ingat sampai saat ini.
Pertemuan kedua, tetap dari
sekolah tapi kita jalan ke Taman Gajah (tempat yang tidak jauh dari rumahku).
Sesampainya disana, kami duduk berdua dibangku yang telah tersedia. Bagaikan
sepasang kekasih yang sedang memadu kasih, ya bagiku seperti itulah kami.
Meskipun kami bukan sepasang kekasih, namun saat duduk bersama, aku merasa
ketakutan akan cinta yang datang pada kami nanti. Cinta yang akan membuat ku
semakin terluka dan yang aku takutkan hingga ku tak mau lagi mengenal cinta.
Seperti itulah perasaanku saat itu.
Saat kami duduk bersama, kami
mencoba saling bertanya-tanya tentang keluarga kami satu sama lain. Tiba-tiba
ada dua pemuda laki-laki yang sedang mengendarai motor, ternyata itu temannya.
Langsung saja dia “Salting”(Salah Tingkah),
terus temannya itu menghampiri kami. Dan ledekin dia, aku tidak menyangka kalau
dia akan bersikap seperti itu. Dalam hatiku, aku tertawa tapi dalam bibirku aku
hanya tertawa mungil. Sebelum kami pulang,
ia memberikanku hadiah “boneka Doraemon”. Akupun sempat menolak, karena
aku takut dimarahi oleh keluargaku dirumah. Tapi, dia memaksa untuk menerima itu.
Akupun akhirnya menerima.
Tidak lupa juga saat pulang,
aku berkata
“Kak, jangan
sayang sama aku ya.”
”Kenapa?”
”Aku takut, Kak.
Diantara kita ada yang tersakiti. Apalagi, kalau kita pacaran, nanti aku adalah
orang pertama yang Kakak miliki bukan? Apalagi, dulu kisahku seperti ini. Aku
benar-benar takut, Kak.”
Diapun hanya diam, tidak
berkata apa-apa. Dalam perjalanan pulang kerumahku. Tak ada sepatah katapun
yang keluar dari mulut kami.
Sesampainya didepan gang
rumahku, dia langsung pamit pulang.
Kini, sampailah
aku di rumahku. Setelah aku buka bingkisan itu,ternyata isinya boneka Doraemon.
Tokoh kartun yang aku senangi. Lalu, aku menamakannya “DORAFANA”. Sekarang
dikamarku ada teman baru, yaitu boneka kecil dari dia. Akupun tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih sama dia, karena dia sudah rela membuang waktu
untuk pertemuan singkat itu dan memberikan kenangan terindah yang sekarang
menemani tidurku.
Pertemuan ketiga, sepertinya
dia menjemput aku ditempat aku mengajar. Aku kesel sama dia, karena sepulang
ngajar langsung pulang kerumah. Dengan wajah kecewa aku pulang, “Seperti ada
yang mengikutiku,” tanyaku dalam hati,
akupun tidak pedulikan hal itu aku hanya merasa kecewa saja dengan sikapnya.
“Ki, itu cowo
lu dibelakang lu juga?” tanya saudaraku (hafidz),
aku bingung ya,
”Cowo,
maksudnya?.”(sambil menoleh kebelakang,ternyata dia)
“Ngapain ikutin aku!” dengan kesal aku
bertanya.
”Gak papa, aku
cuma mau tau rumah kamu,saja.”
“Yaudah, Kak
masuk.”
”Gak usah, Sha.
Kakak titip jaket sama sarung tangan saja, Kakak mau makan dulu. Kamu, mau
makan gak?”
“Gak, Kak. Tadi
disana aku sudah makan. Yasudah, Kakak makan saja dulu sana.” Jawabku dengan
perhatian.
“Yasudah Kakak
makan dulu ya.”
Jawabnya, lalu
pergi meninggalkanku untuk keluar pergi makan. Akupun berbincang-bincang dengan
kedua saudaraku itu sebut saja namanya dengan Hafidz dan Reja. Merekapun banyak
bertanya-tanya tentang cowo itu. Mereka juga sempat meledekku, karena sebelum
aku pulang, adikku membawa teman perempuannya kerumah.
“Ki, janjian ya sama Opik. Tadi ceweknya Opik
baru pulang.“ ledek keduanya.
“Gak,kok. Orang
yang tadi, bukan cowok gua. Dia cuma
teman saja.” Jelasku.
“Cowok lu umur
berapa? Kayaknya beda jauh ya, sama lu.”
“Yang tadi
bukan cowok gua. Emang beda jauh, 8-tahunanlah kiranya. Emang kenapa, gak boleh
ya pacaran sama yang umurnya beda jauh?”
“Gak salah kok,
Ki. Wajarlah kalo cewek beda jauh sama pacarnya.”
Adekku pun keluar dari rumah,
dan bersiap-siap untuk pergi ke makam uyut, (alm. Emak dan Baba) awalnya mau ikut,
cuma ada kakak samurai jadi gak ikut. Merekapun pamit untuk pergi ke
makam, aku pun masuk ke rumah dan menunggu kakak samurai datang.
“Kakak didepan.”
pesan singkat darinya.
“Kak, masuk
aja. Jangan sms.”
” iya, iya.“
Akupun segera
kebelakang mengambil minuman untuknya.
“Maaf, Kak.
Hanya ada air putih. (sambil memberikannya minum)“
”Makasih, ya.
Gak papa kok, Sha. Kakak tadi dah minum.”
Kamipun
berbincang-bincang. Saat kami sedang berbincang-bincang, mamaku pun pulang dari
tempat kuliahnya.
“Assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam wr.wb.”
“Oh ada orang. Kasih minum, Kak.”
“Iya, udah kok,
Ma.”
“Ibu tinggal
dulu ya, belum shalat ashar soalnya.”
Mama pun
langsung masuk kekamar untuk shalat ashar.
Karena hari
sudah semakin sore, diapun pamit setelah mama selesai shalat ashar dan ayahku
pulang.
“Kakak pulang
dulu ya, Sha. Udah sore.”
“Iya, Kak.
Hati-hati ya.”
Dia pun pamit
dengan kedua orang tuaku.
Akupun mengirim
pesan singkat untuknya,
“Hati-hati ya,
Kak. Makasih untuk hari ini. Maaf, yah. Tadi udah ngambek.”
“Iya, Sha.
Sama-sama, maaf ya udah buat kamu kesel.”
Dari situlah kami sering
bertemu, aku pun belum mengetahui jelas tentang kehidupannya. Dan saat ini pun
status hubungan kami belum pasti, hanya sekedar teman saja atau lebih dari
sekedar teman.
Hingga suatu malam, saat kami
sedang berbincang-bincang melalui Telephone
aku mengantuk sekali. Hingga akhirnya, aku tertidur sebentar dan mengatakan,
“Kakak,
mau gak pacaran sama aku?”
dasar
ya, anak kecil tidur sebentar saja sudah bebrbicara ngawur (hehehe). Diapun
heran dan bertanya, “Apa yang tadi kamu omongin?”
Aku
baru sadar kalo tadi aku tidur sebentar, dan aku ga tau aku berbicara apa ke
dia.
“Maksud,
Kakak apa ya?”
“Tadi
yang kamu bicarakann itu benar atau tidak”
“Memang
aku berbicara tentang apa, ya Kak.?”
“Oh
yasudahlah tidak usah dibicarakan. Kakak sayang kamu, Sha.”
Aku
pun hanya terdiam.
“Kok
diam, jangan-jangan tadi kamu itu lagi tidur ya.”
“Iya,
Kak. Tadi aku lagi tidur, maaf ya kalau aku salah berbicara.”
“Iya,
Kakak mengerti. Tapi kamu maukan jadi cewek kakak?”
“(diam)
Aku istirahat dulu,ya. Sha mau kok, jadi cewek kakak. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam.”
Telponnya
pun langsung tertutup.
Keesokan
paginya....
Dari
perbincangan malam itulah, akhirnya kami menjalani hubungan dengan status
“berpacaran”. Baru saja malam itu jadian besoknya udah ada masalah dengan teman
lelakiku (kabo), memang sebelumnya aku sudah berjanji dengannya bahwa “aku tak
kan pacaran sebelum lulus UN dan meneruskan ke perguruan tinggi dan meraih
cita-citaku.” Tapi kini, apalah arti semuanya, semua hanya tinggal kenangan.
Dia (kabo) juga telah menjadi milik orang lain, dan tak mungkin juga untukku
merusak hubungannya. Tidak lama kemudian dia juga akhirnya mengerti tentang
perasaanku saat ini, yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang
yang aku sayangi, karena setelah dia telah menjadi milik yang lain belum tentu
juga dia bisa membahagiakan ku seperti saat ini sebelum dia menjadi miliknya,
itu jelasnya. Tapi memang benar setelah dia menjadi miliknya, waktu untukku
berkurang. “Memang siapa diriku? Mengapa ku harus mendapatkan kasih sayangnya?”
itu yang aku pikiran.
Seminggu,
dua minggu telah berlalu...
Kejujuran
kami pun akhirnya terungkapkan, rasa yang ku pendam kenangan yang pahit itu pula harus ku ungkapkan. Awalnya,
dia memang tidak percaya dengan semua ini. Tapi setelahsemuanya terbukti, dia
akhirnya bisa menerima keadaanku.
“Bagaimana
pun juga, Kakak sudah berjanji. Kakak bisa menerima keadaan kamu apa adanya,
Kakak juga akan menjaga kamu. Tapi janji, kamu tidak akan mengulanginya
kembali.”
“Iya,
Kak. Aku janji gak akan mengulanginya
kembali.”
“Tapi,
kamu juga harus bisa terima keadaan Kakak.“
“Insya
ALLAH.”
“Mungkin
suatu saat nanti, kita akan jarang ketemu. Kita bisa bertemu hanya malam saja.”
“Iya,
Kak. Kalau itu aku mengerti, kan aku juga sudah mau sibuk dengan ujian jadinya
kita juga akan jarang ketemu, Kak.”
Malam
itu hanya kejujuranku dan menerima keadaanku lah yang saat itu terungkap,
ternyata dia juga mempunyai perbedaan denganku. Dan itu terungkap satu hari
setelah aku mengungkapkan kisah pahitku padanya.
“Kakak,
juga mau jujur. Cepat atau lambat kita akan berpisah pula. Kalau jodoh tidak
akan kemana.”
*to be continued.....*